MAZHAB LINGUISTIK ARAB DAN SEJARAHNYA DI ERA ABBASIYAH


 Muhammad Ghinan Afkar, Kharismarta Eka Cahyani

NIM: B0520038, B0520030/ Prodi: Sastra Arab

Jenis Bahan        : Monograf

Judul                    : Linguistik Arab: Pengantar Sejarah dan Mazhab

Penulis                : Azis Anwar Fachrudin

Editor                   : Mohammad Kholison

Penerbitan         : Sidoarjo: Lisan Arabi, 2017

Deskripsi Fisik  : x, 202 halaman : ilustrasi ; 23 cm

Jenis Isi               : Teks

Jenis Media        : Tanpa perantara

Jenis Wadah      : Volume

Tahun terbit      : cet. ke-1, Mei, 2021

ISBN                     : 978-602-61142-2-8

Subjek                 : Bahasa Arab

Catatan                : Bibliografi: halaman 199-202

Bahasa                 : Bahasa Indonesia

Bentuk Karya    : Bukan Fiksi

Upload                 : https://ghinanafkar.medium.com/pendekatan-linguistik-deskriptif-dalam-linguistik-arab-pengantar-sejarah-dan-mazhab-31720e956760

Judul                                   : Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah

  Penulis                                : Dien Nur Chotimah, Wardiyatul Husna, Novia Qurrati A’yunina, dan                                                   Ahsana Azmi

Nama Jurnal                     : Kajian tentang Bahasa, Sastra dan Budaya Arab

Tahun                                 : 2018

Halaman                            : 803 – 818

ISSN Online/Offline        : 2598-0637

Website                              : PERKEMBANGAN LINGUISTIK ERA DAULAH ABBASIYAH | Wardiyatul Husna, Novia Qurrati A’yunina, dan Ahsana Azmi | semnasbama (arab-um.com)

Upload                                : https://thoughsofriss.blogspot.com/2021/10/cover-artikel-jurn-al-judul.html

 

PENDAHULUAN

Kajian linguistik Arab klasik juga dimeriahkan oleh para ahli bahasa dari sekolah agama non mainstream, seperti al-Farra, as-Sirafi, dan Ibnu Jinni dari Mu'tazilah dan Ibnu Ma'a al-Qur'ubi dari Mazhab Zahiriy. Karya-karya filosofis dari Yunani bahkan diterjemahkan oleh 'Abdullah ibn al-Muqaffa, seorang ahli bahasa yang dianggap zindiq. Linguistik Arab klasik juga mengambil pola logika Yunani untuk memperkuat metodologinya. Teori-teori yang dikenal dalam ilmu nahwu (sintaks) seperti istiqra, qiyas, ta'lil, dan 'amil misalnya, merupakan perkembangan dari pola logika ala Yunani seperti induksi, deduksi, rasionalisasi dan lain-lain. Kehadiran buku ini diharapkan mampu mengisi khazanah sastra bahasa Indonesia yang masih langka dengan buku-buku tentang sejarah dan mazhab linguistik Arab. Buku ini ditulis dengan tujuan utama untuk menjadi semacam buku pengantar bagi para sarjana linguistik Arab sehingga cocok untuk pembelajar linguistik Arab di tingkat menengah.

Sementara itu, kita semua ketahui bahwa ilmu bahasa Arab atau ilmu linguistik Arab yang pada akhirnya kita semua kenal sebagai ilmu nahwu, lahir di kota Bashrah, tempat yang sama yang juga menjadi pusat ilmu bahasa Arab pada masa Abbasiyah. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara perkembangan ilmu linguistik pada masa Abbasiyah dengan sejarah terbentuknya ilmu linguistik itu sendiri, baik dari segi latar tempat terjadinya, zaman, atau tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Hal inilah yang menjadi dasar dari dipilihnya jurnal berjudul “Perkembangan Linguistik di Era Abbasiyah” yang ditulis oleh Dien Nur Chotimah, Wardiyatul Husna, Novia Qurrati A’yunina, dan Ahsana Azmi sebagai referensi atau bahan utama, serta dipilihnya buku “Pengantar Linguistik Arab” yang ditulis oleh Dr. H. Sakholid Nasution, S.Ag, MA sebagai pembanding utama untuk pembahasan ini.

PENDEKATAN LINGUISTIK DESKRIPTIF

A.     Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam buku ini adalah penelitian kepustakaan dan perbandingan antara jurnal dan buku dengan analisis deskriptif. Penelitian kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode pengumpulan data perpustakaan, membaca dan mencatat serta mengolah bahan koleksi perpustakaan tanpa perlu penelitian lapangan. Data diperoleh dari berbagai sumber perpustakaan berupa buku teks, jurnal penelitian, makalah, laporan ilmiah dan lain-lain yang berkaitan dengan Sejarah Mazhab Linguistik Arab dan Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif analisis.

 

B.     Pembahasan

Linguistik Arab berkembang pesat karena kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci umat Islam yaitu Al-Qur'an, sedangkan bahasa kitab suci menurut pendapat sebagian besar ulama tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Itu bisa ditafsirkan, tetapi tidak diterjemahkan. Ada dua mazhab linguistik Arab, yaitu mazhab Basrah dan mazhab Kufah, yang namanya diambil sesuai dengan nama kota tempat para ahli bahasa itu berada. Aliran Basrah dipengaruhi oleh konsep analogi dari Zaman Yunani. Oleh karena itu, mereka berpegang pada keteraturan dan sistematika bahasa Arab. Di sisi lain, mazhab Kufah memperhatikan keragaman bahasa; dan dalam beberapa hal mereka tampak anomali.

Sejarah perkembangan linguistik di dunia Timur dimulai dari India kurang lebih empat abad sebelum masehi, hampir bersamaan dengan dimulainya sejarah linguistik di dunia Barat (tradisi Yunani). Perkembangan bahasa di dunia Timur ditandai dengan munculnya karya Panini yang berjudul “Vyakarana”. Buku tersebut merupakan buku tata bahasa Sansekerta yang sangat memukau dunia karena pada usia dini itu sudah mampu mendeskripsikan bahasa Sansekerta secara lengkap dan akurat, khususnya dalam bidang fonologi. Sayangnya, buku tersebut sangat sulit dipahami oleh orang awam. Hal ini menyebabkan seorang mahasiswa bernama Patanjali terpaksa menyusun tafsir atau penjelasan yang berjudul “Mahabhasa”.

Seperti di Barat, masalah asal usul bahasa dalam bahasa Arab (Timur) juga telah menjadi fokus kajian para pemikir, seperti para filosof, ulama mutakallimin, dan sarjana bahasa sejak dulu. Mereka telah berusaha keras untuk memecahkan masalah ini. Tetapi kesimpulan yang mereka dapatkan tidak bulat. Bahkan mereka terpecah menjadi beberapa pandangan. Jika dirangkum menjadi sebuah teori, pandangan mereka tentang asal usul bahasa terbagi menjadi empat teori, dikutip dari al-Hamd.

Dalam perjalanan Islamisasi setelah periode awal penaklukan, bahasa Arab menyebar sebagai bahasa tertulis di sub-Sahara Afrika, Asia Tengah, Selatan dan Tenggara. Vesteegh (2020) mengatakan bahwa pada saat itu pengajaran bahasa difokuskan pada transmisi teks, termasuk (teks) Alquran. Di sekolah, teks-teks yang ditulis dalam bahasa yang dipelajari dijelaskan dalam bahasa daerah, seperti Persia di Iran, Swahiki di Afrika Timur dan Melayu di Indonesia (bisa juga dalam bahasa daerah masing-masing, seperti bahasa Jawa).

Buku Azis Anwar Fachruddin yang berjudul Linguistik Arab; Pengantar Sejarah dan Mazhab (2021) ini setidaknya merangkum sejarah yang sangat panjang ini, mulai dari silsilah dan otentikasi bahasa (Arab) hingga perkembangan berbagai mazhab, seperti Kufah, Basrah serta metodologinya masing-masing.

Bagi kalangan pesantren tentunya sudah tidak asing lagi dengan kitab Alfiyah karya Ibnu Malik nazam seribu bait yang menjelaskan tentang kaidah tata bahasa Arab yang final. Ibnu Malik adalah seorang ahli bahasa abad ke-13. Jauh sebelumnya, ada seorang pemuda yang hidup pada abad ke-8 bernama Sibawayhi. Dia adalah murid al-Khalil ibn Ahmad, penulis kamus bahasa Arab pertama dalam sejarah.

Sibawayhi mungkin adalah ahli bahasa pertama yang menuliskan aturan tata bahasa dalam sebuah buku. Buku tersebut merupakan hasil dari pola pembelajaran di mana, sebagai alternatif, guru meminta siswa untuk melafalkan teks dari sebuah naskah, sementara guru mengevaluasi kebenarannya. Proses ini disertai dengan penjelasan lisan, serta menegaskan poin yang salah (Vesteegh, 2020). Mirip dengan model pesantren ala sorogan.

Ilustrasi interaksi intensif antara siswa dan guru dapat ditemukan dalam karya Sibawayhi. Buku ini berisi hampir 600 kutipan dari apa yang diajarkan al-Khalil kepadanya. Azis mengatakan, Sibawayhi sebenarnya belum menyelesaikan pekerjaannya. Bahkan Sibawayhi belum sempat memberikan pengantar (pembukaan) dan kata penutup. Akibatnya, al-Akhfasy al-Ausath-lah yang menamakan karya Sibawayhi sebagai al-Kitab (hal. 155).

Dalam buku ini, Azis menceritakan kisah menarik dan tragis tentang perdebatan antara dua kubu linguistik utama, Kufah dan Basrah. Di kubu Basrah ada Sibawayhi, di kubu Kufah ada al-Farra' dan al-Kisa'i, serta beberapa tokoh linguistik lainnya. Polemik ini kemudian dikenal dengan masalah zanburiyyah.

Singkat cerita, akhirnya Sibawayhi datang ke istana Gubernur Yahya bin Khalid al-Barmaki, sudah ada tiga ahli bahasa Kufah; Khalaf, al-Farra' dan al-Kisa'i. Perselisihan dimulai, Khalaf maju ke depan untuk mengajukan pertanyaan pembuka. Sibawayhi menjawab, tapi Khalaf menyalahkannya, akhta`ta! Anda salah!. Kemudian Khalaf bertanya lagi untuk kedua dan ketiga kalinya. Lagi-lagi Khalaf menyalahkan jawaban Sibawayhi. Kemudian lawan debat Sibawayhi digantikan oleh al-Farra', lagi-lagi Sibawayhi terpojok. Giliran al-Kisa'i, ahli bahasa terkemuka Kufah, untuk maju.

Bagaimana pendapat Anda tentang kalimat ini?

قد كنت أظن أن العقرب أشد لسعة من الزنبور فإذا هو هي أو فإذا هو إياها

Artinya; aku meyakini bahwa kalajengking lebih cepat sengatannya daripada zunbur(lalat kerbau), maka demikianlah adanya.

Yang ditanyakan al-Kisa`i adalah فإذا هو هي atau فإذا هو إياها. Sibawayhi memilih jawaban pertama; dengan rafa' bukan nashab. Karena perdebatan semakin sengit, akhirnya Gubernur Yahya turun tangan dengan membawa orang-orang Arab Badui untuk memutuskan mana di antara keduanya yang benar. Alhasil, orang yang ditunjuk Yahya membenarkan pendapat al-Kisa'i dan menyalahkan jawaban Sibawayhi. Sejak itu Sibawayhi tidak lagi muncul di Basra atau Bagdad. Dia kembali ke Shiraz, desa tempat dia dilahirkan sampai kematiannya.

Dari dua madzhab besar tersebut, nahwu kemudian berkembang menjadi beberapa madzhab baru, antara lain Andalusia, Mesir, dan Bagdad. Azis hanya menyinggung sekilas tentang perkembangan sekolah tersebut. Penjelasan lebih panjang dapat dibaca dalam al-Madaris al-Nahwiyyah, karya Syauqi Dhaif, seorang penulis Mesir.

Sedangkan apabila dilihat menurut sudut panjang periode waktu, sejarah linguistik  Arab dapat dibagi menjadi beberapa periode.

a.      Periode Pertama

           Sebelum dimulainya masa Abbasiyah, yaitu daulah Umayyah, bahasa Arab sangat diagungkan karena bahasa Arab merupakan bahasa Al-Qur’an yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hakikat Islam, yang mana Bani Umayyah, pemerintahan mereka didasarkan dan dilandaskan kepada agama Islam.

           Namun, saat dimulainya masa Abbasiyah, dimana banyak bangsa non-Arab seperti orang-orang Turki menduduki jabatan pending dan strategis dalam pemerintahan. Hal ini mengakibatkan banyak orang-orang penting pada masa tersebut malah menggunakan bahasa Arab Amiyah untuk perakapan sehari-hari, dan mengakibatkan bahasa Arab Badui mengalami kemunduran yang sangat menyedihkan.

b.     Periode Kedua

           Pada periode kedua Abbasiyah perdebatan dan diskusi dalam pemikiran tidak diperbolehkan. Hal ini berpengaruh pada kehidupan sastra seperti puisi, khitabah, dan insya’ pada masa itu menjadi lebih tertutup dan takut untuk mengungkapkan hasil pemikiran mereka. Pada Pada periode ini pula, gejolak sastra berpengaruh terhadap lafadz bahasa Arab, muncul banyak makna yang tidak ada dalam mu’jam sehingga menyulitkan para sastrawan.

           Pada periode inilah lahir ilmu nahwu. Periodisasi pertumbuhan dan perkembangan nahwu dibagi menjadi empat periode:

1.      Periode pembentukan: terhitung setelah masa Abu al-Aswad al-Duali sampai masa Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w. 175 H). Pada masa ini terfokus pada pemakaian qiyas sebagai sumber pembentukan kaidah Nahwu.

2.      Periode pertumbuhan dan Perkembangan: seiring dengan munculnya perhatian para linguis Arab terhadap qawaid bahasa Arab dan lahirnya berbagai karya tentang qawaid nahwu.

3.      Periode kejayaan: perhatian dan keseriusan para linguis Arab untuk menulis berbagai judul yang berkaitan dengan nahwu semakin pesat.

4.      Periode reformasi atau reformulasi: munculnya pemikiran dan upaya para linguis Arab untuk memformat kembali materi nahwu dan pembahasannya supaya lebih mudah dipelajari.

        Selain Ilmu nahwu, ilmu shorof juga mulai dibukukan dan ilmu linguistik juga mulai terbentuk.

c.      Periode Ketiga

        Periode ini merupakan periode keemasan daulah Abbasiyah pada bidang ilmu, terutama dalam bidang linguistik, sejarah, geografi, sastra dan filsafat. Karena adanya kekacauan dalam pemerintahan, para pecinta ilmu mulai meninggalkan Baghdad (Bashrah) menuju wilayah-wilayah kekuasaan Islam sehingga pada periode ini banyak ilmuwan yang muncul di luar Bahdad. Banyak karya yang dilahirkan oleh sarjana terkemuka dari keturunan non-Arab dalam bidang linguistik, filologi, leksikologi, bahkan tata bahasa sekalipun.

        Perkembangan ilmu nahwu pada masa ini adalah ilmu nahwu dikodifikasi oleh Imam Sibawih dengan judul buku al-Kitab yang sekarang menjadi buku induk tentang nahwu. Mayoritas dari ahli nahwu pada masa ini tidak menyusun buku berdasarkan pemikiran mereka, melainkan mereka hanya menuliskan tentang penjelasan dari buku Sibawih.

        Pada Masa ini pula ilmu linguistik dan leksikologi mulai terlihat kematangannya. Mu’jam yaitu buku-buku kebahasaan yang di dalamnya terdapat kata-kata yang diurutkan sesuai abjad dengan arti yang sama atau mendekatinya dan kata itu diambil dari lisan orang Arab dengan media pendengaran. Selain itu, kegiatan penerjemahan juga semakin meluas setelah dibuatnya kertas penerjemahan.

d.     Periode Keempat

        Pada masa ini, orang-orang mulai menyukai keterampilan dalam membuat lafazd- lafadz yang indah dan banyak dari mereka juga yang membuat maqamat, sehingga dapat dikatakan bahwa keindahan-keindahan tersebut adalah suatu kekayaan yang dimiliki oleh Abbasiyah ditahun ini. Di tahun ini juga, Ilmu bayan terlahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri, Salah satu keistimewaan lainnya ditahun ini yaitu, berkurangnya jumlah buku-buku yang hilang (Jarzi: 1996: 10). Dikarenakan di tahun pertama Abbasiyah hingga sebelum tahun keempat ini banyak sekali buku-buku yang telah hilang. Banyak ulama yang terkenal akan kepandaiannya dalam menguasai ilmu lughoh. Sayangnya, periode ini harus berakhir karena serangan dari Mongol di tahun 656 H.

C.     Kekurangan Buku

Salah satu kekurangan buku dari buku Linguistik Arab: Pengantar Sejarah dan Mazhab adalah contoh-contoh yang disajikan tidak semuanya literal dan disertakan terjemahannya. Sebagai buku pengantar yang ditujukan untuk pemula, mungkin akan lebih baik jika contoh-contoh yang disajikan dilengkapi dengan pengucapan dan terjemahannya. Namun kekurangan tersebut tidak serta merta memungkiri bahwa buku ini sangat penting untuk dibaca, khususnya bagi pembelajar bahasa dan sastra Arab di Indonesia, dimana buku-buku seperti ini masih jarang dan kebanyakan masih berupa teks asli bahasa Arab seperti yang biasa dipelajari di Indonesia. pesantren-pesantren.

Kemudian kekurangan dari jurnal Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah adalah adanya kesalahan dalam penyebutan dua daulah yang saling bersinggungan yaitu daulah Umayyah dan Abbasiyah yang mengakibatkan pembaca menjadi bingung dan harus membaca berkali-kali untuk memahami dan menyadari bahwa hal itu merupakan kesalahan penyebuta. Terdapat juga ketidak-konsistenan penulis dalam menyebut Bashrah dah Baghdad sehingga terkesan mengganggu dan bagi orang yang tidak mengetahui hal tersebut akan menjadikan kebingungan.

D.     Rekomendasi sebagai jawaban dari kekurangan buku

Karena sifat buku Linguistik Arab: Pengantar Sejarah dan Mazhab yang merupakan pendahuluan, pembahasan dalam buku ini cukup ringkas. Oleh karena itu, Saya menyarankan kepada para pembaca yang ingin mendalami penelitian ini untuk melihat referensi-referensi pada catatan kaki agar dapat menggali lebih dalam pada sumber-sumber yang dirujuk dan mempelajarinya secara lebih mendalam.

Kemudian pada jurnal Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah Masukan yang bisa diberikan untuk mengatasi kesalahan penyebutan dua daulah yang bersinggungan adalah dengan lebih teliti dalam penyebutan kedua daulah dan lebih konsisten dalam menyebutkan suatu nama atau istilah agar tidak terjadi kesalah pahaman.

E.     Keunggulan terhadap buku

Di buku Linguistik Arab: Pengantar Sejarah dan Mazhab banyak istilah-istilah linguistik tradisional Arab dalam bahasa yang sederhana. Tentunya hal ini memudahkan peserta didik pemula yang belum sepenuhnya mengetahui arti dari setiap istilah dalam nahwu. Selain itu, ia juga memasukkan istilah linguistik modern di bagian akhir dengan mencantumkan istilah-istilah ini dan padanannya dalam tata bahasa Inggris, misalnya, active paritive = isim fail.

Kemudian keunggulan pada jurnal Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah adalah jurnal tersebut sangat menarik karena menyajikan sejarah dan perkembangan ilmu linguistik melalui sudut pandang yang lebih spesifik dan berbeda dari yang lainnya karena kajian dari sudut pandang yang dibawakan penulis disini jarang bisa ditemukan.

F.      Buku ditujukan

Dari buku Linguistik Arab: Pengantar Sejarah dan Mazhab Ada dua ahli bahasa dan sastra Arab yang berulang kali dijadikan rujukan oleh penulis, yaitu Ali Abdul Waid Wafi dan Shauqiaif. Di bagian akhir buku, isi pembahasan kebanyakan berupa rangkuman buku-buku yang telah dibaca penulis. Semua itu tidak lepas dari tujuan utama penulisan buku ini, yaitu mengantarkan mahasiswa linguistik arab pemula untuk memperoleh pengetahuan dasar linguistik arab dalam bahasa indonesia.

Jurnal Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah ditujukan untuk mahasiswa linguistik Arab khususnya yang mendalami sejarahnya karena jurnal ini hanya membahas bagian sejarah terbentuknya ilmu linguistik Arab dari sudut pandang masa Daulah Abbasiyah. Jurnal ini dapat membantu pemula memahami lebih dalam salah satu dasar ilmu linguistik Arab dengan lebih mudah karena disajikan berdasarkan periode waktu.

 

PENUTUP

Resensi atau review dari buku ini dapat ditarik kesimpulan bahwa buku ini menguraikan hal-hal lebih lanjut, buku ini menjelaskan sejarah bahasa Arab dan metodologi linguistiknya. Kitab ini terdiri dari empat bagian: 1. Tentang fiqh al-lughah (kajian filologis atau asal usul bahasa), 2. Sejarah bahasa Arab dari masa Jahiliyah sampai masa Abbasiyah, 3. Sekolah nahwu, dan 4. metodologi linguistik Arab klasik dan modern. Buku ini merangkum sejarah yang sangat panjang ini, mulai dari silsilah dan otentikasi bahasa (Arab) hingga perkembangan berbagai mazhab, seperti Kufah, Basrah serta metodologinya masing-masing. Buku ini terdapat istilah-istilah linguistik tradisional Arab dalam bahasa yang sederhana. Tentunya hal ini memudahkan peserta didik pemula yang belum sepenuhnya mengetahui arti dari setiap istilah dalam nahwu. Selain itu, ia juga memasukkan istilah linguistik modern di bagian akhir dengan mencantumkan istilah-istilah ini dan padanannya dalam tata bahasa Inggris, misalnya, active paritive = isim fail. Buku ini bermisi utama untuk mengisi khazanah literatur berbahasa Indonesia yang masih langka dengan buku-buku tentang sejarah dan mazhab linguistik Arab. Buku ini juga bisa menjadi buku daras pengantar bagi para pengkaji linguistik Arab, khususnya para mahasiswa yang belajar di program studi/jurusan Bahasa dan Sastra Arab.

Dari review jurnal Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah yang telah dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa awal mula dan perkembangan ilmu linguistik Arab yang biasa kita temui dalam buku-buku pengantar linguistik Arab terjadi pada masa Daulah Abbasiyah. Hal ini menunjukkan betapa maju dan hebatnya pertumbuhan ilmu-ilmu di masa tersebut, termasuk ilmu linguistik di dalamnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Chotimah, D.N., Husna, W., A’yunina, N.Q. and Azmi, A., 2018. Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah.

Hidayatullah, Syarif, 2012, Cakrawala Linguistik Arab, Tangerang: al-Kitabah.

Nasution, Sahkholid. 2017. Pengantar Linguistik Bahasa Arab. Sidoarjo: Lisan Arabi.

al-Dhamin, Hatim Shalih, ‘Ilm al-Lughah, Baghdad: Jami’ah Baghdad, t.th.

Soeparno, 2002, Dasar-dasar Linguistik Umum, Yogyakarta: Tiara Wacana

UIN Malang. “BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian”, http://etheses.uin-malang.ac.id/1749/7/09410177_Bab_3.pdf

 

Poin-Poin Yang Diperbaiki Dari Review Sebelumnya

1.      Penambahan pembahasan pada buku Linguistik Arab: Pengantar Sejarah dan Mazhab mengenai sejarah perkembangan linguistik di dunia timur.

2.      Penyempurnaan judul review buku Linguistik Arab: Pengantar Sejarah dan Mazhab dan jurnal Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah.

3.      Penambahan bagian “Jurnal Ditujukan” pada review jurnal Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah.

4.      Perbaikan poin “Kekurangan Jurnal, Rekomendasi sebagai Jawaban dari Kekurangan Jurnal, dan Keunggulan Jurnal” pada review jurnal Perkembangan Linguistik Era Daulah Abbasiyah.

Komentar